Daftar Menu

Loading...

Thursday 22 November 2012

Makalah Dimensi Islam



MAKALAH
DIMENSI-DIMENSI ISLAM
Makalah ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Materi Pengantar Studi Islam
Semester I
Dosen Pembimbing : Drs. H. M. Ashad, M.Ag




Disusun oleh :
1.     Abdul Ghofur
2.     Muhammad Ardyan Pratama
3.     Muhammad Nasri


PROGRAM S1 PAI
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
RADEN SANTRI GRESIK
2011







KATA PENGANTAR




            Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang dimensi-dimensi yang ada di dalam islam. Dengan ini kami berharap dapat memahami serta mendalami agama yang sejak lahir kami percayai.

            Di dalam makalah ini kami membahas divinisi, pembagian serta penjabaran yang telah kami upayakan dalam bentuk rangkuman guna besar harapan kami agar isi yang terkandung dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi kehidupan kita di dunia dan akhirat. Amin

            Dan tak lupa kami juga berterima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberi pengarahan serta orang-orang yang telah mendukung kami dalam pencapaian informasi maupun materi.
            Demikian yang dapat kami utarakan atas kurang dan lebihnya kami ucapkan mohon maaf lahir dan batin.
Gresik, 20 Oktober 2011

     Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………………i                                                                                                                                               
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI  ……………………………………………………………………………...iii



BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang …………………………………………………………………1
1.2  Rumusan Masalah ……………………………………………………………...1
1.3  Tujuan ………………………………………………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN
            2.1 Syariah ……………………………………………………...………………….2
            2.2 Thoriqoh ………………………………………………………………………..3
            2.3 Sufisme ………………………….……………………………………………..6
            2.4 Islam, Iman dan Ihsan ………………………………………………………….8
BAB III PENUTUP
           3.1 Simpulan ………………………………………………………………………12



DAFTAR PUSTAKA



BAB I

PENDAHULUAN




1.1  Latar Belakang

      Dimensi-dimensi atau tahapan-tahapan yang terkandung dalam islam sangatlah berurutan sesuai dengan kemampuan jiwa yang terkandung dalam diri manusia sebagai makhluk yang telah dikaruniai hati dan pikiran sebagai alat untuk menjalani kehidupan.
      Adapun tahapan-tahapan bukanlah perbedaan yang dapat memecah belah persatuan sebagai sesama muslim, akan tetapi berfungsi saling melengkapi. Dan dengan sadar atau tidak, itulah tahapan-tahapan yang akan kita lalui sebagai manusia yang berakal.  Dimulai dari tingkatan syariah sebagai perahu dan tariqoh sebagai jalan dari perahu tersebut dan sufisme sebagai dayung untuk mengarunginya sehingga lengkap sudah dalam pencapaian islam, iman dan ikhsan.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Syariah ?
2.                              Apa yang dimaksud dengan Thariqoh ?
3.                              Apa yang dimaksud dengan Sufisme ?
4.                              Perbedaan antara Iman, Islam dan ihsan

1.3  Tujuan
Makalah ini disusun agar dapat mengetahui bagaimana pengertian tentang Syariah, Thariqah dan Sufisme  serta dapat membedakan antara Iman, Islam dan Ihsan.






BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Syariah
            Syariah (berarti jalan besar) dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran Islam itu sendiri. Dalam pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup aspek hukum dari ajaran Islam, yang lebih berorientasi pada aspek lahir (esetoris). Namum demikian karena Islam merupakan ajaran yang tunggal, syariah Islam tidak bisa dilepaskan dari aqidah sebagai fondasi dan akhlaq yang menjiwai dan tujuan dari syariah itu sendiri.
Syariah memberikan kepastian hukum yang penting bagi pengembangan diri manusia dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang berperadaban (masyarakat madani).
Syariah meliputi 2 bagian utama :
1.  Ibadah (arti khusus), yang membahas hubungan manusia dengan Allah (vertikal). Tatacara dan syarat-rukunya terinci dalam Quran dan Sunah. Misalnya : salat, zakat, puasa
2.   Mu'amalah, yang membahas hubungan horisontal (manusia dan lingkungannya) .
Dalam hal ini aturannya aturannya lebih bersifat garis besar. Misalnya munakahat, dagang, bernegara, dll.
Syariah Islam secara mendalam dan mendetil dibahas dalam ilmu fiqh.
Dalam menjalankan syariah Islam, beberpa yang perlu menjadi pegangan :
a.  Berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunah menjauhi bid'ah (perkara yang diada-adakan)
b.  Syariah Islam telah memberi aturan yang jelas apa yang halal dan haram , maka :
1.      Tinggalkan yang subhat (meragukan)
2.      Ikuti yang wajib, jauhi yang haram, terhadap yang didiamkan jangan bertele-tele
c.  Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia , dan menghendaki kemudahan . Sehingga  terhadap kekeliruan yang tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal dilakukan sesuai kemampuan
d.  Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam syariah
Syariah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar ma'ruf nahi munkar.
            Syari'at dalam perspektif faham tasawuf ada yang menggambarkannya dalam bagan Empat Tingkatan Spiritual Umum dalam Islam, syariah, tariqah atau tarekat,hakikat. Tingkatan keempat,ma'rifat, yang 'tak terlihat', sebenarnya adalah inti dari wilayah hakikat, sebagai esensi dari kempat tingkatan spiritual tersebut. Sebuah tingkatan menjadi fondasi bagi tingkatan selanjutnya, maka mustahil mencapai tingkatan berikutnya dengan meninggalkan tingkatan sebelumnya. Sebagai contoh, jika seseorang telah mulai masuk ke tingkatan (kedalaman beragama) tarekat, hal ini tidak berarti bahwa ia bisa meninggalkan syari'at. Yang mulai memahami hakikat , maka ia tetap melaksanakan hukum-hukum maupun ketentuan syariat dan tarekat.

2.2 Thariqoh
            Untuk mendapatkan pengertian yang utuh dari suatu istilah, pertama-tama biasanya diuraikan tentang pengertian bahasa –etimologi- dari istilah tersebut. Demikian pula dengan term tarekat yang berasal dari bahasa Arab طريقة yang merupakan bentuk mashdar (kata benda) dari kata طرق- يطرق- طريقة yang memiliki arti الكيفية (jalan, cara), الأسلوب (metode, sistem), المذهب (madzhab, aliran, haluan), dan الحالة (keadaan).Pengertian ini membentuk dua makna istilah yaitu metode bagi ilmu jiwa akhlak yang mengatur suluk individu dan kumpulan sistem pelatihan ruh yang berjalan sebagai persahabatan pada kelompok-kelompok persaudaraan Islam. Hanya saja tarekat dalam pembahasan ini bukan sekedar jalan atau metode biasa, tetapi jalan dan metode tersebut penekanannya pada hubungan antara hamba dengan Tuhannya.
            Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa tarekat adalah suatu jalan menuju Tuhan (Allah) yang dapat membawanya kepada kebahagiaan dunia akhirat. Jalan tersebut dalam lingkup tasawuf memiliki makna ganda –sebagaimana disebutkan di atas. Pertama, pada abad ke-9 dan ke-10 Masehi atau sekitar abad ke-1 dan ke-2 Hijriah berarti cara pendidikan akhlak dan jiwa bagi mereka yang menempuh hidup sufi. Kedua, sesudah abad ke-11 M atau abad ke-3 H. tarekat mempunyai pengertian sebagai suatu gerakan yang lengkap untuk memberikan latihan-latihan rohani dan jasmani pada segolongan kaum muslimin menurut ajaran dan keyakinan tertentu.
Dalam pengertian pertama, istilah tarekat masih berupa teori yang digunakan untuk memperdalam syariat sampai kepada hakikatnya dengan melalui tingkat-tingkat pendidikan tertentu –berupa maqamat dan ahwal. Dengan kata lain tarekat merupakan usaha pribadi seseorang melewati jalan yang mengantarkannya menuju Allah SWT, jalan yang dimaksud –sesuai penjelasan Syekh Muhammad Nawawi al Banteni al Jawi- adalah melakukan hal-hal yang bersifat wajib dan sunat, meninggalkan sesuatu yang bersifat larangan, menghindarkan diri dari melakukan sesuatu yang boleh secara berlebihan serta berusaha untuk bersikap hati-hati melalui upaya mujahadah dan riyadhah. Sedangkan Haidar Bagir menjelaskan bahwa tarekat dalam arti yang pertama adalah jalan spiritual oleh seorang pejalan (salik) menuju hakikat. Untuk makna ini, ia identik dengan tasawuf.
            Dalam pengertian yang kedua, tarekat adalah kelompok-kelompok pengikut ajaran tasawuf yang menekankan praktik-praktik ibadah dan zikir secara kolektif yang diikat oleh aturan-aturan tertentu, di mana aktifitasnya bersifat duniawi dan ukhrawi. Dengan kata lain, ia dapat dipahami sebagai suatu hasil pengalaman dari seorang sufi yang diikuti oleh para murid, menurut aturan/cara tertentu yang bertujuan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pengalaman sufi berupa tata cara zikir, riyadhah, doa-doa yang telah diamalkan dan menurutnya –sang sufi-telah berhasil mendekatkan diri sang sufi kepada Tuhan, inilah yang disusun sedemikian rupa menjadi aturan/tata cara yang baku, yang juga harus diikuti oleh murid-murid tarekat. Khusus dalam makalah ini, yang dimaksudkan dengan istilah tarekat adalah menurut pengertian yang kedua. Karena pengalaman sufi sifatnya individual dalam artian sangat mungkin tidak sama antara satu sufi dengan sufi lainnya, maka dalam aplikasinya muncul tata cara dan atau aturan yang berlainan pula. Lebih jauh muncullah tarekat-tarekat dengan nama dan kaifiyat yang bermacam-macam. Sebagai contoh, Syekh Abdul Qadir al Jailani -pendiri tarekat Qadiriyah- selalu menekankan pada pensucian diri dari nafsu dunia. Karena itu, dia memberikan beberapa petunjuk untuk mencapai kesucian diri yang tertinggi. Adapun beberapa ajaran tersebut adalah taubat, zuhud, tawakal, syukur, ridha dan jujur. Bahkan di antara praktik spiritual yang diadopsi oleh tarekat ini adalah zikir (terutama melantunkan asma’ Allah berulang-ulang). Dalam pelaksanaanya terdapat berbagai tingkatan penekanan dan intensitas. Ada zikir yang terdiri atas satu, dua, tiga dan empat. Praktik zikir dapat dilakukan bersama-sama, dibaca dengan suara keras atau perlahan, sambil duduk membentuk lingkaran setelah shalat, pada waktu subuh maupun malam hari. Setelah melakukan zikir, pelaku tarekat ini dianjurkan untuk melakukan apa yang disebut dengan pas al anfas yakni mengatur napas sedemikian rupa sehingga dalam proses menarik dan menghembuskan napas, asma’ Allah bersikulasi dalam tubuh secara otomatis. Kemudian ini diikuti dengan muraqabah dan kontemplasi. Hanya saja dari sekian banyak pengalaman pribadi para sufi tampaknya terdapat beberapa aturan dan cara yang bisa dikategorikan dalam kesepakatan mereka, yaitu; mendalami ilmu yang berkaitan dengan syariah, mengendalikan nafsu untuk menghindari dosa, memperbanyak zikir dan doa tertentu, serta tidak meringankan amaliah-amaliah yang dilakukan.
            Dari pengertian di atas terdapat indikasi bahwa substansi dari sebuah tarekat adalah التقرب الى الله (pendekatan diri kepada Allah SWT), hal ini dapat dipahami dari sekian banyak penjelasan ulama –utamanya yang terkait dengan pengertian tarekat. Misalnya saja Al Habib Asy Syaikh Al Sulthan Muhammad Sayyid Imaan bin Abdul Hakim Al Aydrus mengatakan bahwa tarekat adalah mengarahkan maksud (tujuan) kepada Allah Ta’ala dengan ilmu dan amal. Dikatakan juga bahwa tarekat merupakan perbuatan nafsaniyah yang tergantung kepada sir (rahasia) dan ruh dengan melakukan taubat, wara’, muhasabah, muraqabah, tawakal, ridha, taslim, memperbaiki akhlak, menyadari akan kekurangan dan cela pada dirinya, dan atau mengerjakan ibadah hanya karena mengharapkan keridha’an Allah SWT serta ingin mendapat Nur Makrifat.Oleh sebagian ulama, yang sering dijadikan landasan untuk hal ini adalah firman Allah SWT QS. Al Jin ; 16 :
وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا
“Dan kalau sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan (tarekat) itu, niscaya Kami tetap menurunkan air hujan dari langit (memberi minum kepada mereka air yang segar)”.
Kaitannya dengan hal ini, Asmaran As mengutip salah satu riwayat yang menunjukkan bahwa Ali bin Abi Thalib pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, katanya “Ya Rasulallah, manakah jalan (tarekat) yang paling dekat untuk sampai kepada Tuhan?” Rasulullah SAW menjawab, “Tidak ada yang lain kecuali zikir kepada Allah”. Dengan demikian jelaslah bahwa dalam menempuh jalan untuk bertemu Allah, orang harus memperbanyak zikir kepada-Nya, di samping melakukan latihan dan perjuangan yang memerlukan keuletan, kesungguhan dan kesabaran. Jadi sekali lagi, tarekat merupakan upaya pendekatan diri kepada Allah yang teraplikasi lewat zikir yang banyak kepada-Nya. Akan tetapi, tarekat merupakan pengalaman pribadi sehingga aplikasi tersebut terkadang berbeda antara satu dengan yang lain. Itulah sebabnya, dikatakan bahwa tidak ada batasan mengenai jumlah terakat itu, karena setiap manusia mestinya harus mencari dan merintis jalannya sendiri, sesuai dengan bakat dan kemampuan ataupun taraf kebersihan hati mereka masing-masing. Banyak ungkapan ulama sufi dalam menggambarkan jalan-jalan tersebut, di antaranya Abu Thalib al Makki dalam kitabnya Quwwat al Qulub menyebutkan : الطرق إلى اللّه بعدد الخليقةjalan-jalan menuju Allah sebanyak jumlah makhluk”, ini berarti bahwa setiap orang mesti –sebaiknya- mencari jalan sesuai dengan kemampuannya.

2.3 Sufisme
            Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa arab: تصوف , ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme islam. Tarekat  (pelbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan Syiah, Sunni, cabang Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi. Pemikiran Sufi muncul di Timur Tengah pada abad ke 8, sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh belahan dunia.
            Secara etimologi,Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata "Sufi". Pandangan yang umum adalah kata itu berasal dari Suf (صوف), bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa (صفا), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan. Yang lain menyarankan bahwa etimologi dari Sufi berasal dari "Ashab al-Suffa" ("Sahabat Beranda") atau "Ahl al-Suffa" ("Orang orang beranda"), yang mana dalah sekelompok muslim pada waktu Nabi muhammad yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa.
            Secara faham, Banyak pendapat pro dan kontra mengenai asal-usul ajaran tasawuf, apakah ia berasal dari luar atau dari dalam agama islam sendiri. Berbagai sumber mengatakan bahwa ilmu tasauf sangat lah membingungkan
Sebagian pendapat mengatakan bahwa paham tasawuf merupakan paham yang sudah berkembang sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasulullah. Dan orang-orang Islam baru di daerah Irak dan Iran (sekitar abad 8 Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang yang memeluk agama non Islam atau menganut paham-paham tertentu. Meski sudah masuk Islam, hidupnya tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan keduniaan. Hal ini didorong oleh kesungguhannya untuk mengamalkan ajarannya, yaitu dalam hidupannya sangat berendah-rendah diri dan berhina-hina diri terhadap Tuhan. Mereka selalu mengenakan pakaian yang pada waktu itu termasuk pakaian yang sangat sederhana, yaitu pakaian dari kulit domba yang masih berbulu, sampai akhirnya dikenal sebagai semacam tanda bagi penganut-penganut paham tersebut. Itulah sebabnya maka pahamnya kemudian disebut paham sufi, sufisme atau paham tasawuf. Sementara orang penganut paham tersebut disebut orang sufi.
Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa asal-usul ajaran tasawuf berasal dari zaman Nabi Muhammad. Berasal dari kata "beranda" (suffa), dan pelakunya disebut dengan ahl al-suffa, seperti telah disebutkan di atas. Mereka dianggap sebagai penanam benih paham tasawuf yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad . Pendapat lain menyebutkan tasawuf muncul ketika pertikaian antar umat Islam di zaman Khalifah  Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, khususnya karena faktor politik.Pertikaian antar umat Islam karena karena faktor politik dan perebutan kekuasaan ini terus berlangsung dimasa khalifah-khalifah sesudah Utsman dan Ali. Munculah masyarakat yang bereaksi terhadap hal ini. Mereka menganggap bahwa politik dan kekuasaan merupakan wilayah yang kotor dan busuk. Mereka melakukan gerakan ‘uzlah , yaitu menarik diri dari hingar-bingar masalah duniawi yang seringkali menipu dan menjerumuskan. Lalu munculah gerakan tasawuf yang di pelopori oleh Hasa Al-Bashiri pada abad kedua Hijriyah. Kemudian diikuti oleh figur-figaur lain seperti Shafyan al- Tsauri dan Rabi'ah al- Adawiyah.

2.4 Islam, Iman dan Ihsan
2.4.1 Islam

            Islam secara etimologi (bahasa) berarti tunduk, patuh, atau berserah diri. Adapun menurut syari’at (terminologi), apabila dimutlakkan berada pada dua pengertian: Pertama. Apabila disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka pengertian Islam mencakup seluruh agama, baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), juga seluruh masalah ‘aqidah, ibadah, keyakinan, perkataan dan perbuatan. Jadi pengertian ini menunjukkan bahwa Islam adalah mengakui dengan lisan, meyakini dengan hati dan berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla atas semua yang telah di-tentukan dan ditakdirkan, sebagaimana firman Allah Subhana wa Ta’ala tentang Nabi Ibrahim ‘Alaihis salam

"(Ingatlah) ketika Rabb-nya berfirman kepadanya (Ibrahim), ‘Berserahdirilah!’ Dia menjawab: ‘Aku berserah diri kepada Rabb seluruh alam.’” [Al-Baqarah: 131]

Allah Azza wa Jalla juga berfirman

“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” [Ali ‘Imran: 19]
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

"Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” [QS. Ali ‘Imran: 85]

Menurut Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rahimahullah, definisi Islam adalah:

"Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan men-tauhidkan-Nya, tunduk dan patuh kepada-Nya dengan ketaatan, dan berlepas diri dari perbuatan syirik dan para pelakunya"
            Kedua. Apabila kata Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang dimaksud Islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang dengannya terjaga diri dan harta-nya, baik dia meyakini Islam atau tidak. Sedangkan kata iman berkaitan dengan amal hati. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla: “Orang-orang Arab Badui berkata, ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah (kepada mereka), ‘Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, ‘Kami telah tunduk (Islam),’ karena iman belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalmu. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.’” [Al-Hujuraat : 14]

            Tidak diragukan lagi bahwa prinsip agama Islam yang wajib diketahui dan diamalkan oleh setiap muslim ada tiga, yaitu; (1) mengenal Allah Azza wa Jalla, (2) mengenal agama Islam beserta dalil-dalilnya, dan (3) mengenal Nabi-Nya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mengenal agama Islam adalah landasan yang kedua dari prinsip agama ini dan padanya terdapat tiga tingkatan, yaitu Islam, Iman dan Ihsan. Setiap ting-katan mempunyai rukun sebagai berikut:

Tingkatan Pertama : Islam

Islam memiliki lima rukun, yaitu:

[1]. Bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan  bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah.

[2]. Menegakkan shalat.

[3]. Membayar zakat.

[4]. Puasa di bulan Ramadhan.

[5]. Menunaikan haji ke Baitullah bagi yang mampu menuju ke sana.
            Kelima rukun Islam ini berdasarkan sabda Nabi Mu-hammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah jika engkau mampu menuju ke sana. Juga sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam "Islam dibangun atas lima hal: bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah.”


            2.4.2 Iman

            Definisi iman menurut Ahlus Sunnah mencakup per-kataan dan perbuatan, yaitu meyakini dengan hati, meng-ikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan, dapat bertambah dengan ketaatan dan dapat ber-kurang dengan sebab perbuatan dosa dan maksiyat.

            Iman memiliki beberapa tingkatan, sebagaimana terdapat dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam "Iman memiliki lebih dari tujuh puluh cabang atau lebih dari enam puluh cabang, cabang yang paling tinggi adalah ucapan laa ilaaha illallaah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (rintangan) dari jalan, dan malu adalah salah satu cabang iman.”

Rukun Iman ada enam, yaitu:

[1]. Iman kepada Allah.

[2]. Iman kepada Malaikat-Malaikat-Nya.

[3]. Iman kepada Kitab-Kitab-Nya.

[4]. Iman kepada Rasul-Rasul-Nya.

[5]. Iman kepada hari Akhir.

[6]. Iman kepada takdir yang baik dan buruk.

            Keenam rukun iman ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu dalam jawaban Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas perrtanyaan Malaikat Jibril ‘Alaihis sallam tentang iman, yaitu: "Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari Akhir, dan engkau beriman kepada takdir yang baik dan buruk.”


            2.4.3 Ihsan

            Ihsan memiliki satu rukun yaitu engkau beribadah kepada Allah Azza wa Jalla seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia me-lihatmu. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu dalam kisah jawaban Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jibril ‘Alaihis salam ketika ia bertanya tentang ihsan, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka bila engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.”

            Tidak ragu lagi, bahwa makna ihsan secara bahasa adalah memperbaiki amal dan menekuninya, serta meng-ikhlaskannya. Sedangkan menurut syari’at, pengertian ihsan sebagaimana penjelasan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam: "Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu" Maksudnya, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan ihsan dengan memperbaiki lahir dan batin, serta menghadirkan kedekatan Allah Azza wa Jalla, yaitu bahwasanya seakan-akan Allah berada di hadapannya dan ia melihat-Nya, dan hal itu akan mengandung konsekuensi rasa takut, cemas, juga peng-agungan kepada Allah Azza wa Jalla, serta mengikhlaskan ibadah kepada Allah Azza wa Jalla dengan memperbaikinya dan mencurahkan segenap kemampuan untuk melengkapi dan menyempurnakannya.
            Dimensi islam yg di maksud disini adalah tentang sisi keislaman seseorang. Yaitu: Iman dan Ihsan. Dimensi islam berawal dari sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Al.Bukhori dan Imam Muslim dalam masing-masing kitab sahih nya . Yang kurang lebih artinya sebagai brikut: “Nabi Muhammad SAW keluar dan (berada di skitar sahabat ) seseorang, datang meghadap beliau dan bertanya:”Hai Rasul Allah, apakah yang dimaksud dengan Iman? Beliau menjawab:” Iman engkau percaya kepada Allah,Malaikat-nya,kitab-kitab nya,para utusan-utusan nya dan percaya kepada kebangkitan. Laki-laki itu kemudian bertanya lagi:” Apakah yang dmaksud dengan Islam? Beliau menjawab:” Islam adalah engkau menyenbah Allah dan tidak Musrik kepadanya engkau tegak kan Sholat yang wajib dan berpuasa pada bulan Romadhon” Laki-laki itu bertanya lagi “ Apakah yang dmaksud dengan Ihsan? Nabi Muhammad SAW Menjawab:”Engkau sembah Tuhan Seolah-olah engkau melihat nya Apabila engkau tidak melihat nya maka (engkau barkeyakinan) bahwa dia melihat mu. “(HR.Bukhori dan Muslim)”
Dari hadist diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa Iman,Islam dan Ihsan dapat di bedakan tetapi tidak dapat di pisah kan antara satu dengan yang lain nya memiliki ketertarikan. Stiap pemeluk Agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak sempurna tanpa Iman dan Iman juga tidak sempurna tanpa Ihsan. Sebalik nya Ihsan Mustahil tanpa Iman, dan Iman mustahil tanpa Islam.
Ibnu Tamiah menjelaskan Bahwa DIN itu terdiri dari Tiga unsur. Yaitu: Islam,Iman dan Ihsan.  Dalam tiga unsur tersebut terselip makna tingkatan. Orang mulai dengan Islam, kemudian berkembang ke arah Iman, dan memuncak dalam Ihsan.



BAB 111
PENUTUP


3.1  SIMPULAN
1.      syariah dengan aturannya lebih bersifat garis besar.
2.      Tariqoh dengan lebih mengarah pada  suatu jalan menuju Tuhan (Allah) yang dapat membawanya kepada kebahagiaan dunia akhirat
3.      Sufisme  dengan ilmu pengetahauan seputar bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi.
4.      Iman,Islam dan Ihsan dapat di bedakan tetapi tidak dapat di pisah kan antara satu dengan yang lain nya memiliki ketertarikan. Setiap pemeluk Agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak sempurna tanpa Iman dan Iman juga tidak sempurna tanpa Ihsan. Sebalik nya Ihsan Mustahil tanpa Iman, dan Iman mustahil tanpa Islam.
           









DAFTAR PUSTAKA


1.      Al Turmudzi, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah. Sunan al Turmudzi. Beirut. Dar al Fikr.1994. jil. V.
2.      Asmaran As. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta. RajaGrafindo Persada. 2002.cet. II.
3.      Bagir, Haidar. Buku Saku Tasawuf. Bandung. Mizan Pustaka. 2006. cet. II.
4.      Musthafa al-Siba’i, aI-Sunnat wa makanatuha fi al-Tasyri’ al-Islamiy, Beirut: al-Maktab al-Islami, 1978, h. 53.
5.      Kesadaran yang demikian ini dalam terminologi tasawuf disebut dengan muraqabah. Baca, ‘Abd al-Aziz al-Daraini, Thaharat al-Qulub wa al-Khudlu’ li’Alam al-Ghuyub, Jeddah; Dar al-Haramain, T.th. h. 225.






 

  


No comments:

Post a Comment